19 Juli, 2018

JUSTICE COLLABORATOR dan WESTLEBLOWER TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Dalam catatan penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia, perkembangan tindak pidana korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, baik kasus-kasus yang melibatkan tokoh nasional maupun kepala daerah, sehingga dapat dikatakan bahwa korupsi sebagai suatu virus yang dengan mudahnya menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan dan cenderung mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun baik secara kualitas maupun kuantitasnya sehingga menjadi salah satu permasalahan krusial bangsa ini. Perkembangan korupsi yang demikian mempunyai relevansi dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalah gunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga, kelompok dan kroninya.
Korupsi dalam sudut pandang hukum pidana memiliki sifat dan karakter sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Paling tidak ada empat sifat dan karakteristik kejahatan korupsi sebagai extra ordinary crime, Pertama, korupsi merupakan kejahatan terorganisasi yang dilakukan secara sistematis, Kedua, korupsi biasanya dilakukan dengan modus operandi yang sulit sehingga tidak mudah untuk membuktikannya, Ketiga, korupsi selalu berkaitan dengan kekuasaan. Keempat, korupsi adalah kejahatan yang berkaitan dengan nasib orang banyak karena keuangan negara yang dapat dirugikan sangat bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. 
Dikaji dari perspektif yuridis, maka tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crimes) seperti dikemukakan oleh Romli Atmasasmita, sebagai berikut : Dengan memperhatikan perkembangan tindak pidana korupsi, baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas, dan setelah mengkajinya secara mendalam, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa korupsi di Indonesia bukan merupakan kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa (extra-ordinary crimes). Selanjutnya jika dikaji dari sisi akibat atau dampak negatif yang sangat merusak tatanan kehidupan bangsa Indonesia sejak pemerintahan Orde Baru sampai saat ini, jelas bahwa perbuatan korupsi merupakan perampasan hak ekonomi dan hak sosial rakyat Indonesia. 
Sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), penanganan tindak pidana korupsi tidak dapat dilakukan secara biasa. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara biasa atau kovensional selama ini terbukti tidak efektif karena mengalami banyak kendala. Hal tersebut disebabkan karena virus korupsi tidak saja menyerang badan eksekutif dan legislatif, melainkan juga menyeruak pada kalangan yudikatif yang dilakukan oleh hakim, kejaksaan dan kepolisian sebagai institusi penegak hukum, oleh karena itu dibutuhkan sebuah metode penegakan hukum secara luar biasa untuk memberantas korupsi. 
Perlunya penanganan secara luar biasa dalam pemberantasan tindak pidana korupsi disebabkan karena tindak pidana korupsi dilakukan oleh orang-orang berdasi atau yang memiliki intelektualitas tinggi (white collar crime) dan dilakukan dalam suatu jaringan kejahatan yang terorganisasi (organized crime) dan terstruktur sedemikan tertutupnya dengan berbagai macam modus operandi sehingga menimbulkan kesulitan oleh aparat penegak hukum dalam hal pemberantasannya. Salah satu cara yang dapat ditempuh oleh aparat penegak hukum adalah dengan bantuan dari orang dalam yang juga terlibat dalam jaringan kejahatan tersebut. 
Penggunaan istilah Justice collaborator dan Westleblower dalam peradilan pidana merupakan salah satu bentuk upaya penegakan hukum luar biasa yang dapat digunakan untuk memberantas tindak pidana korupsi yang melibatkan para pelaku tindak pidana itu sendiri terorganisasi, dimana pelaku itu bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Peranan saksi sebagai Justice collaborator dan Westleblower sangat berguna dan penting diperlukan dalam rangka proses pemberantasan tindak pidana korupsi guna kepentingan penegakan hukum secara komprehensip dan integral sehingga supremasi hukum atau law enforcement berdampak positif terhadap upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean goverment) dan juga pemerintahan yang baik (good goverment), karena Justice collaborator itu sendiri tidak lain adalah orang terlibat di dalam kejahatan tersebut atau pelaku minor dalam jaringan tindak pidana tersebut yang digunakan untuk mengungkap otak pelaku yang lebih besar sehingga tindak pidana dapat tuntas dan tidak berhenti hanya pada pelaku di level rendah atau kroco yang berperan minim dalam tindak pidana korupsi tersebut atau berhenti pada pelaku tindak pidana di level tekinis. 
Bentuk perlindungan Hukum terhadap Justice Collaborator dan westleblower berbeda-beda, perlindugan hukum terhadap Justice Collaborator dan Westleblower pertama kali dikenal di Itali, pada waktu itu seorang anggota mafia Itali Joseph Valachi bersaksi atas kejahatan yang diperbuat kelompok nya, lalu menyusul dengan Amerika dan Australia dengan perlindungan hukumnya. sementara di Indonesia pengaturan mengenai Tindak Tanduk seorang Justice Collaborator maupun westleblower baru diatur dalam peraturan bersama aparat penegak hukum serta surat edaran Mahkamah Agung. Dalam memberikan kesaksian pada umumnya Justice Collaborator termotivasi oleh pengurangan masa Tahanan ataupun dari hatinya memang niat ingin bertobat. Namun juga dalam kesaksian terkadang seorang Justice Collaborator dan Westleblower diganggu atau dihalangi oleh teman sesamanya yang melakukan suatu kejahatan, dan hal inilah yang perlu diatur oleh tiap-tiap negara didunia agar pembongkaran suatu perkara kejahatan dapat berjalan maksimal. 
Dalam menyikapi tentang perkara Korupsi Negara-negara didunia telah menyikapinya dengan berbagai aturan sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku kejahatan tersebut, juga mengenai aturan mengenai Westleblower dan Justice Collaborator telah mereka masukkan dalam Undang-Undang negara mereka. Namun kalau di Indonesia aturan mengenai saksi pelaku dan pelapor baru diatur dalam Surat edaran Mahkamah Agung 2011 dan peraturan bersama aparat penegak hukum dan LPSK. Sudah sepatutnya aturan mengenai perlindungan bagi saksi pelapor dan saksi pelaku yang bekerjasama dimasukkan dalam undang-undang negara kita, sehingga mental berani dari para saksi itu dapat berlanjut. 
Peran Justice Collaborator dan Westleblower yaitu seseorang sebagai tersangka namun bukan pelaku utama dan dapat membongkar orang yang terlibat di atasnya. Dalam hal ini, sekalipun ia telah korupsi namun ia juga mendapat keringanan karena telah membantu dalam suatu proses pembongkaran fakta dan keadilan. Dalam hal ini peran serta tindakan yang dilakukan Justice Collaborator dan Westleblower yang dapat membantu Penyidik serta alasan-alasan lainnya yang dapat meringankan dia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang tidak memberikan definisi tentang pelapor baik kedudukannya sebagai Westleblower maupun Justice Collaborator namun demikian, ketiadaan pengertian itu tidak kemudian menghilangkan hak-hak yang harus diberikan pada mereka dan harus dipenuhi oleh LPSK. Sebab, baik Westleblower maupun Justice Collaborator sama-sama dianggap sebagai saksi ketika melaporkan suatu kasus korupsi. Konsep Justice Collaborator dan Westleblower pada hakikatnya ini sama dengan konsep delik penyertaan dalam ketentuan pasal 55 dan 56 KUHP, dimana keterlibatan seseorang dalam suatu kasus korupsi dan dia sendiri melaporkan kasus tersebut kepada aparat penegak hukum terjadi dalam beberapa kemungkinan seperti, sebagai orang yang turut serta dengan orang lain melakukan korupsi, orang yang melakukan korupsi atas anjuran orang dan orang yang membantu orang lain melakukan korupsi.Seorang Justice Collaborator dan Westleblower yang melaporkan kasus korupsi merupakan Orang yang memilki keberanian dan mental yang kuat. Sebab, orang tersebut pada dasarnya sudah mengetahui hal-hal buruk yang menimpa mereka karena laporan tersebut, seperti diancam, diintimidasi, dianiaya, diberhentikan secara tidak terhormat dari jabatannya atau bahkan dibunuh. Kehadiran LPSK memiliki peran yang penting dan strategis agar keberanian dan mental yang kuat itu terus berlanjut hingga orang tersebut memberikan keterangan atau kesaksian di penyidikan atau bahkan di persidangan kasus korupsi. Dengan kata lain, LPSK dituntut untuk memenuhi sejumlah hak asasi manusia yang dimiliki seorang Westleblower atau Justice Collaborator, antara lain hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi keluarga dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan laporan, kesaksian, yang akan, sedang dan telah diberikannya, hak untuk memberikan keterangan tanpa tekanan, mendapatkan identitas baru, mendapatkan tempat kediaman baru, memperoleh pergantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan, dan mendapat penasihat hukum. Walau dalam beberapa perkara, Justice Collaborator dan Westleblower sering menjadi korban karena beberapa hal tertentu, bisa jadi karena jabatan, atau mungkin ia takut pada atasannya yang seharusnya mempertanggung jawabkan hal tersebut, ataupun mereka sudah diancam dengan alasan tertentu, agar tidak menyeret orang yang terlibat diatasnya. Bandingkan perlindungan Justice Collaborator dan Westleblower di Indonesia, perbandingannya dengan di Amerika dan Eropa mereka lebih mendapatkan perlindungan hukum ketimbang di Indonesia. 
Namun dalam beberapa kasus di Indonesia, ada juga Justice Collaborator yang berani membongkar suatu permasalahan yang berkenaan dengan korupsi, contohnya Muhammad Nasaruddin yang menyeret menteri pemuda dan olahraga Andi Malarangeng dan Anas Urbaningrum selaku ketua partai Demokrat, dalam proyek Hambalang dan wisma Atlit. Yang dilakukan oleh Nasaruddin ini memang sudah patut diapresiasi agar kerugian Negara akibat tindak pidana korupsi dapat berkurang, serta dikembalikan pada Negara. Serta semuanya ini juga tidak luput dari peran KPK ( komisi pemberantasan korupsi), serta aparat terkait lainnya, dalam menunjang pembongkaran fakta dan keadilan. Harapan kedepannya bangsa ini ialah bebas dari korupsi sehingga Indonesia bisa menjadi negara yang makmur dan berdaulat serta tegas dalam penegakan hukum.
Sumber : LBH Lantang Sukabumi
Share:

14 Juli, 2018

Tahun Politik Identitas

Tahun Politik Identitas Oleh: Sabar Sitanggang
Banyak ungkapan dari mereka yang menyebut dirinya kelompok terpelajar, Nasionalis, Kaum Pluralis dan kelompok toleran, agar "jangan bawa-bawa agama dalam politik!"
Hari ini aku beruntung,
Saat pulang ke Tembung,
Terbaca buku ini,
Yang tergeletak di rak buku Saudaraku.

Halaman 287 paragraf ketiga, ditulis:
"Dr. J. Leimena memaknai gambaran lain sebagai berikut:
'Kalau gereja berdiri di tengah-tengah lapangan, maka di sekitar lapangan itu sebagai pagar penjaga, berdirilah Parkindo dengan ormas-ormas Kristen lainnya untuk menjaga gereja yang jadi pusat hidup orang-orang Kristen di Indonesia itu'.
Nah,
Mungkin itulah tingkat pemahaman orang-orang tua, para founding father, hingga Leimena, yang tokoh Kristen itu, adalah sahabat baik Mohammad Natsir, yang mewakili kelompok Islam.
So,
Tahun politik,
Tahun identitas,
Tahun politik identitas,
No problemo!
Share:

Fakta Hukum Di Negeri Kita Tercinta Indonesia

Negara Indonesia adalah Negara hukum, bunyi pasal 1 ayat 3 UUD 1945. Sehingga semestinya hukum di Indonesia harus ditegakan sebagaimana yang telah diatur  pada Undangundang se!ara tegas mengenai hukuman untuk para pelaku tindak ke"ahatan. #kan tetapi, $aktanya penegakan hukum di Indonesia terkesan masih berat sebelah, tumpul ke atas dan ta"am ke ba%ah. &aksudnya penegakan hukum di Indonesia tidak sama antara rakyat ke!il dan para pen"abat Negara. Dampaknya pun kerapkali ter"adi ketidakadilan hukum yang dapat merugikan banyak orang.'al ini "elas melanggar UUD (asal )* D #yat 1 yang berbunyi +Setiap orang  berhak atas pengakuan, "aminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta  perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dari ayat tersebut sudah sangat "elas bah%a setiap orang berhak diperlakukan sama dihadapan hukum. -idak peduli status sosialnya,  baik dia pemulung sampai (residen sekalipun harus diperlakukan sama dihadapan hukum.
Argumentasi
(ada "aman sekarang hal yang tidak bisa dipungkiri yaitu orang yang lemah akan semakin ditindas. 'al ini banyak terlihat dalam hal penegakan hukum, masyarakat ke!il sering dirugikan. Di tengah ketidakmampuan, mereka tidak mendapatkan bantuan hukumyang benar dan mamadai. 'ukum hanya ta"am kepada rakyat ke!il.ukan men"adi rahasia umum lagi bah%a para koruptor di Indonesia menerima hukuman yang tingkatannya masih terbilang ringan, bahkan ada koruptor yang mendapatkan tun"angan $asilitas me%ah padahal sudah dianggap merugikan negara. Seringkali kita melihat berita bah%a seorang maling, pen!opet dan pen"ambret diha"ar masa hingga te%as. Namun, belum pernah kita mengetahui koruptor di Indonesia dikeroyok masa sampai te%as.
Penegasan Ulang
'ukum di Indonesia itu bisa dibilang hanya tegas dihadapan rakyat ke!il. Sebagai !ontoh misalnya kasus korupsi mantan /ubernur anten 0atu #tut hosiyah yang hanya di"atuhi hukuman 4 tahun pen"ara dan denda )22 uta rupiah. 0atu #tut telah melakukan suap kepada mantan etua &ahkamah onstitusi &6 #kil &o!htar sebesar 1 &ilyar 0upiah untuk memenangkan gugatan yang dia"ukan pasangan #mir 'am7ah dan asmin.andingkan dengan kasus seorang nenek yang men!uri singkong karena kelaparan dan di"atuhi hukuman ),5 tahun pen"ara. 0asanya sangat tidak adil melihat kedua kasus ini.agi masyarakat kalangan ba%ah perlakuan ketidakadilan sudah biasa ter"adi.  Namun bagi kalangan atas atau pen"abat yang punya kekuasaan sulit rasanya men"erat mereka dengan tuntutan hukum. agaimana Indonesia bisa ma"u penegakan hukum sa"a masih tumpul. eadaan ini tentu seharusnya men"adi +(0 besar bagi para aparat dan  penegak hukum di Indonesia, bukan malah pamer kekuasaan hukumnya.

Share:

08 Juli, 2018

Kredibilitas Ketua LBH Lantang Sukabumi Menggugat Pra Peradilan Penyebaran Berita Hoax Di Citepus

Sukabumi - Rij (23) remaja asal Desa Citepus, Kecamatan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi yang menjadi tersangka dalam kasus penyebaran Hoax, Senin (19/3), melayangkan gugatan praperadilan terhadap penyidik kepolisian resort setempat.
Saleh Hidayat SH, kuasa hukum tersangka Rij, gugatan praperadilan ini diajukan karena proses penangkapan hingga penetapan status tersangka yang ditujukan kepada kliennya dianggap tidak sah karena bertentangan dengan ketentuan hukum.
“Klien kami tidak pernah diperiksa sebelumnya dalam kapasitas sebagai saksi terlebih dahulu, bahkan penyidik langsung menetapkannya sebagai tersangka tanpa sebelumnya dilakukan gelar perkara,” katanya kepada wartawan, Senin (19/3).
Begitu juga dalam proses penangkapan yang telah dilakukan penyidik Polres Sukabumi, terindikasi kuat melanggar KUHAP UU Nomor 11 Tahun 2008 junto pasal 46 ayat 2.
Dalam ketentuan tersebut menyebutkan bahwa proses penahan dan penangkapan itu  harus melalui penetapan pengadilan. “Tidak boleh serta merta menangkap begitu saja. Tindakan-tindakan seperti inilah yang  akan kita persoalkan dalam gugatan prapradilan ini,” terangnya.
Sementara itu Humas Pengadilan Negeri Cibadak Rio Barten mengatakan gugatan praperadilan dalam perkara penyebaran hoaxs tersebut telah memasuki tahap persidangan. Hanya saja, agenda sidang yang seharusnya digelar pada hari ini, terpaksa ditanda. Rencanannya persidangan yang dipimpin oleh hakim tunggal  M Fauzan Hariyadi tersebut akan kembali digelar pada Jumat mendatang (23/3). “Persidangan ditunda karena pihak termohon tidak bisa hadir,” jelas Rio.
Seperti diketahui, Rij ditangkap dan dijadikan tersangka oleh penyidik Polres Sukabumi setelah diketahui memposting berita bohong soal adanya anggota PKI yang berpura-pura mengalami gangguan jiwa saat akan ditangkap warga.
Share:

07 Juli, 2018

PROSES ATAU PROSEDUR PENANGANAN PERKARA PIDANA OLEH PENEGAK HUKUM

PROSES ATAU PROSEDUR PENANGANAN PERKARA PIDANA OLEH PENEGAK HUKUM (POLISI/PENYIDIK, JAKSA/PENUNTUT UMUM, PENGADILAN/MAJELIS HAKIM)
Oleh : Saleh Hidayat, SH
Jika terjadi suatu tindak pidana (kejahatan/pelanggaran hukum) yang dilakukan oleh orang seorang (individu/kelompok) dan atau badan hukum (korporasi, institusi swasta/negara), maka proses atau prosedur penanganan perkara pidana oleh penegak hukum adalah melalui tahapan : proses penyelidikan dan atau penyidikan yang menjadi kewenangan kepolisian, proses penuntutan oleh kejaksaan, pemeriksaan perkara atau persidangan di pengadilan oleh majelis hakim. Berikut ini penjelasan secara rinci atau detail tahapan-tahapan  penanganan perkara pidana oleh penegak hukum.
TAHAP PENYELIDIKAN  DAN PENYIDIKAN ATAS DUGAAN TERJADINYA TINDAK PIDANA
Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama calon tersangka.
  
        TAHAP PENANGKAPAN, PENAHANAN Dan PENETAPAN TERSANGKA
polisi dalam melakukan penangkapan, penahanan dan atau penetapan tersangka terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana harus menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana  (KUHAP), diantaranya pasal-pasal sebagai berikut:
      Pasal 112 KUHAP:
“…(1)        Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;
(2)  Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya…”
Dan Pasal 113 KUHAP mengatur sebagai berikut:
“…Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya…”;
      Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009:
      “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan…”
      Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009:
      “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…”
Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:
      “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka…”
Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan…”
 Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:
“…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“
Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sebagai berikut:
“…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia…”;
ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (1):
“…Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…”
Pasal 9 ayat (2):
                               
“…Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah)…”
Share:
Banner IDwebhost

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Sample Text

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.