PROSES
ATAU PROSEDUR PENANGANAN PERKARA PIDANA OLEH PENEGAK HUKUM (POLISI/PENYIDIK,
JAKSA/PENUNTUT UMUM, PENGADILAN/MAJELIS HAKIM)
Oleh
: Saleh Hidayat, SH
Jika terjadi suatu tindak pidana (kejahatan/pelanggaran
hukum) yang dilakukan oleh orang seorang (individu/kelompok)
dan atau badan hukum (korporasi, institusi
swasta/negara), maka proses atau prosedur penanganan
perkara pidana oleh penegak hukum adalah melalui tahapan : proses penyelidikan
dan atau penyidikan yang menjadi kewenangan kepolisian, proses penuntutan oleh
kejaksaan, pemeriksaan perkara atau persidangan di pengadilan oleh majelis
hakim. Berikut ini penjelasan secara rinci atau detail tahapan-tahapan penanganan perkara pidana oleh penegak hukum.
TAHAP PENYELIDIKAN
DAN PENYIDIKAN ATAS DUGAAN
TERJADINYA TINDAK PIDANA
Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Polisi memiliki tugas
melakukan penyelidikan dan penyidikan. Bahwa hal itu senada
dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap,
S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari
pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama
permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan
tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”.
Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau
dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP,
penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi
penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan
pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa
jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh
pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan”
atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin
penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai
usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu
peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan
bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan,
merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan
tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum
melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan,
harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak
lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung
dipakai pada penyelidikan atas nama calon tersangka.
TAHAP PENANGKAPAN, PENAHANAN
Dan PENETAPAN TERSANGKA
polisi dalam melakukan
penangkapan, penahanan dan atau penetapan tersangka terhadap seseorang
yang diduga melakukan tindak pidana harus
menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan berpedoman
pada ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP),
diantaranya pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 112 KUHAP:
“…(1) Penyidik yang
melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas,
berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa
dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar
antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan
tersebut;
(2) Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan
jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada
petugas untuk membawa kepadanya…”
Dan Pasal 113 KUHAP mengatur sebagai
berikut:
“…Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi
alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang
melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya…”;
Pasal 75 huruf d
Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Dalam hal
melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional
dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut
waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait
dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan
orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan…”
Pasal 76 ayat (1)
huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Dalam hal melaksanakan
penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: b.
senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…”
Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Dalam hal melaksanakan
penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: c.
tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka…”
Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai
orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan…”
Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai
berikut:
“…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“
Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur
sebagai berikut:
“…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia…”;
ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (1):
“…Ganti kerugian berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa
imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…”
Pasal 9 ayat (2):
0 Comments:
Posting Komentar