07 Juli, 2018

PROSES ATAU PROSEDUR PENANGANAN PERKARA PIDANA OLEH PENEGAK HUKUM

PROSES ATAU PROSEDUR PENANGANAN PERKARA PIDANA OLEH PENEGAK HUKUM (POLISI/PENYIDIK, JAKSA/PENUNTUT UMUM, PENGADILAN/MAJELIS HAKIM)
Oleh : Saleh Hidayat, SH
Jika terjadi suatu tindak pidana (kejahatan/pelanggaran hukum) yang dilakukan oleh orang seorang (individu/kelompok) dan atau badan hukum (korporasi, institusi swasta/negara), maka proses atau prosedur penanganan perkara pidana oleh penegak hukum adalah melalui tahapan : proses penyelidikan dan atau penyidikan yang menjadi kewenangan kepolisian, proses penuntutan oleh kejaksaan, pemeriksaan perkara atau persidangan di pengadilan oleh majelis hakim. Berikut ini penjelasan secara rinci atau detail tahapan-tahapan  penanganan perkara pidana oleh penegak hukum.
TAHAP PENYELIDIKAN  DAN PENYIDIKAN ATAS DUGAAN TERJADINYA TINDAK PIDANA
Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan bahwa Polisi memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan. Bahwa hal itu senada dengan penyelidikan dan penyidikan, menurut Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 101), menjelaskan bahwa dari pengertian dalam KUHAP, “penyelidikan” merupakan tindakan tahap pertama permulaan “penyidikan”. Akan tetapi harus diingat, penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi “penyidikan”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisah dari fungsi penyidikan. Kalau dipinjam kata-kata yang dipergunakan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub daripada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada penuntut umum.
Lebih lanjut, Yahya Harahap menyatakan bahwa jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, dilakukan dulu penyelidikan oleh pejabat penyelidik, dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “bukti permulaan” atau “bukti yang cukup” agar dapat dilakukan tindak lanjut penyidikan. Mungkin penyelidikan dapat disamakan dengan pengertian “tindak pengusutan” sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana.
Yahya Harahap (Ibid, hal. 102) juga mengatakan bahwa jika diperhatikan dengan seksama, motivasi dan tujuan penyelidikan, merupakan tuntutan tanggung jawab kepada aparat penyidik, untuk tidak melakukan tindakan penegakan hukum yang merendahkan harkat martabat manusia. Sebelum melangkah melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan atau penahanan, harus lebih dulu berusaha mengumpulkan fakta dan bukti, sebagai landasan tindak lanjut penyidikan. Penyelidikan atas perkara orang lain tidak dapat langsung dipakai pada penyelidikan atas nama calon tersangka.
  
        TAHAP PENANGKAPAN, PENAHANAN Dan PENETAPAN TERSANGKA
polisi dalam melakukan penangkapan, penahanan dan atau penetapan tersangka terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana harus menunjukan kepatuhan terhadap hukum dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana  (KUHAP), diantaranya pasal-pasal sebagai berikut:
      Pasal 112 KUHAP:
“…(1)        Penyidik yang melakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut;
(2)  Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya…”
Dan Pasal 113 KUHAP mengatur sebagai berikut:
“…Jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ketempat kediamannya…”;
      Pasal 75 huruf d Perkap No. 12 Tahun 2009:
      “…Dalam hal melaksanakan tindakan penangkapan, setiap petugas wajib bersikap profesional dalam menerapkan taktis penangkapan, sehingga bertindak manusiawi, menyangkut waktu yang tepat dalam melakukan penangkapan, cara-cara penangkapan terkait dengan kategori-kategori yang ditangkap seperti anak-anak, orang dewasa dan orang tua atau golongan laki-laki dan perempuan serta kaum rentan…”
      Pasal 76 ayat (1) huruf b Perkap No. 12 Tahun 2009:
      “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: b. senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap…”
Pasal 76 ayat (1) huruf c Perkap No. 12 Tahun 2009:
      “…Dalam hal melaksanakan penangkapan, petugas wajib mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: c. tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka…”
Pasal 76 ayat (2) Perkap No. 12 Tahun 2009:
“…Tersangka yang telah tertangkap, tetap diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan…”
 Pasal 7 ayat (3) KUHAP sebagai berikut:
“…Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), Penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku…“
Demikian pula ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur sebagai berikut:
“…Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia…”;
ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur sebagai berikut:
Pasal 9 ayat (1):
“…Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 77 huruf b dan pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah)…”
Pasal 9 ayat (2):
                               
“…Apabila penangkapan, penahanan dan tindakan lain sebagaimana dimaksud Pasal 95 KUHAP mengakibatkan yang bersangkutan sakit atau cacat sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mati, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,-(tiga juta rupiah)…”
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Banner IDwebhost

Label

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Sample Text

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.